WARTAPUBLIK.COM, PANGKALPINANG — Aktivitas dua kapal isap produksi (KIP) milik PT Synergy Maju Bersama (PT SMB) di perairan Desa Permis dan Rajik, Kabupaten Bangka Selatan, menuai kecaman dari DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Wakil Ketua DPRD Babel, Edi Nasapta, menyatakan keprihatinannya terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh keberadaan KIP Pirat 1 dan Isamar. Menurutnya, aktivitas kapal tersebut merusak ekosistem laut, memperparah kekeruhan air, merusak terumbu karang, dan mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional.
“Ini sudah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kami minta agar operasional KIP ini dihentikan,” tegas Edi saat dimintai keterangan, Rabu (23/7/2025).
Sebagai legislator dari Dapil Belitung dan Belitung Timur, Edi menegaskan bahwa meski izin pertambangan kini menjadi kewenangan pemerintah pusat, pengawasan lingkungan tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Bangka Belitung.
Ia merujuk Pasal 63 Ayat (3) dan (4) dalam UU 32/2009 yang memberikan kewenangan kepada provinsi untuk menetapkan kebijakan lingkungan, mengawasi perusahaan, dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
Empat Tuntutan DPRD:
1. Audit lingkungan menyeluruh terhadap PT SMB
2. Penghentian sementara operasional dua KIP
3. Pengawasan langsung dari KLHK dan Kementerian ESDM
4. Pemanggilan pihak terkait dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP)
“Menjaga lingkungan hidup bukan pilihan, tapi kewajiban konstitusional. Kalau tambang hanya memberi untung sesaat tapi merusak laut dan kehidupan nelayan, itu bukan pembangunan, itu perusakan,” tegasnya.
Edi juga menambahkan, jika tidak ada tindakan tegas dalam waktu dekat, DPRD akan menggunakan hak pengawasan maksimal, termasuk merekomendasikan pencabutan izin operasi kapal isap produksi tersebut.
Keluhan Nelayan: Resah Sejak 2023
Sebelumnya, keresahan masyarakat atas keberadaan KIP Pirat 1 dan Isamar sudah berlangsung sejak 2023. Para nelayan tradisional mengeluhkan terganggunya ruang tangkap mereka akibat aktivitas penambangan laut.
“Lokasi kapal itu beroperasi di tempat kami biasa menjaring ikan. Kami sangat terganggu,” ujar Sal, seorang nelayan, saat ditemui tim media di pinggir Pantai Rajik, Minggu (20/7/2025).
Selain gangguan aktivitas melaut, warga juga mengeluhkan minimnya manfaat ekonomi yang mereka rasakan dari keberadaan kapal-kapal tersebut. ( Tim)











