Caption Foto: Ilustrasi aktivitas penambangan rakyat di wilayah Bangka. Perbedaan kadar dan kualitas bijih menjadi faktor utama perbedaan harga timah di lapangan.
Editor : Haryani, C.IJ,, C.PW
Wartapublik.com, Bangka — Perbedaan harga bijih timah di kalangan penambang rakyat di Bangka Belitung belakangan ini menjadi sorotan publik. Faktor utama penyebabnya adalah perbedaan kadar dan kualitas kandungan timah (Sn) pada bijih yang dihasilkan para penambang.
Meskipun PT Timah Tbk telah menerapkan sistem Nilai Imbal Usaha Jasa Penambangan (NIUJP) untuk menjaga transparansi dan keadilan, harga jual bijih timah di lapangan tetap bervariasi antar mitra penambang. Perbedaan ini bukan disebabkan oleh ketidakkonsistenan perusahaan mitra, melainkan karena kualitas hasil tambang yang berbeda-beda.
Seperti diungkapkan Awan (25), penambang di Perairan Matras, hasil tambangnya dihargai sekitar Rp75.000 hingga Rp100.000 per kilogram bijih basah. Menurutnya, harga tersebut wajar karena bijih yang dihasilkan tergolong low grade atau kadar timahnya rendah.
“Kalau timah saya dibeli sekitar Rp75.000–100.000 karena memang hasilnya kurang bagus. Kami menambang di bekas area KPI, jadi semacam timah tailing,” ujarnya.
Meski di beberapa daerah harga timah mencapai Rp160.000 per kilogram, Awan mengaku tidak mempermasalahkan perbedaan itu karena bergantung pada kualitas bahan tambang.
“Kita tahu kualitas barang kita seperti apa. Kalau memang hasilnya rendah, ya harganya segitu. Yang penting mitra tetap mau beli,” katanya.
Saat ini, kata Awan, harga imbal timah yang diterima sedikit meningkat dibanding sebelumnya, mencapai Rp90.000–100.000 per kilogram. Dengan harga itu, ia bersama rekan-rekannya bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp150.000 per hari, meski jumlahnya tidak menentu tergantung hasil tambang dan cuaca.
Berbeda dengan Faisal, penambang di kawasan Rebo, yang mengatakan harga bijih timah di wilayahnya stabil di kisaran Rp160.000–170.000 per kilogram.
“Sudah beberapa minggu ini harga stabil di Rp160.000 karena kami bermitra langsung dengan PT Timah. Jadi nambang lebih tenang,” ungkapnya.
Faisal mengaku harga tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bahkan masih bisa menabung. Ia berharap nilai imbal jasa penambangan bisa meningkat hingga Rp200.000 per kilogram, seiring meningkatnya produktivitas penambang.
“Kalau harga stabil begini sudah lumayan, cukup untuk kebutuhan harian. Tapi semoga nanti bisa naik lagi, karena kadang hasil timah juga tidak selalu sama,” ujarnya.
Secara teknis, kadar timah dalam bijih rakyat memang sangat bervariasi, dipengaruhi oleh metode penambangan, lokasi, jenis tanah, serta proses pencucian. Bijih dengan kadar Sn tinggi dan sedikit pengotor seperti pasir atau mineral lain, akan bernilai jual lebih tinggi.
Dengan demikian, perbedaan harga bijih timah di lapangan merupakan konsekuensi logis dari perbedaan kadar dan kualitas hasil tambang, bukan bentuk ketidakseimbangan pasar.













