Scroll untuk baca artikel
Berita Terkini

Usai Dua Kolektor Diciduk, Diduga Pengendali Timah Ilegal Keranggan–Tembelok Menghilang

474
×

Usai Dua Kolektor Diciduk, Diduga Pengendali Timah Ilegal Keranggan–Tembelok Menghilang

Sebarkan artikel ini

Caption Foto : Ilustrasi, Bos Dayat Pembeli Timah Perairan Keranggan–Tembelok, Mentok, Bangka Barat. 

Wartawan : Komar

Wartapublik.com, Mentok — Penangkapan dua kolektor pasir timah ilegal oleh Polres Bangka Barat belum sepenuhnya menjawab keresahan masyarakat pesisir. Setelah Aldi Lesmana (28) dan Aries (41) diamankan pada Jumat malam (5/12/2025), aktivitas jaringan timah ilegal di kawasan Keranggan–Tembelok justru berubah menjadi senyap.

Sosok yang selama ini disebut warga sebagai pengendali utama, dikenal dengan nama Bos Dayat, dikabarkan tidak lagi terlihat dan sulit dilacak.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber di lapangan, Bos Dayat diduga memiliki peran penting dalam mengatur alur pengumpulan dan distribusi pasir timah dari ponton-ponton ilegal di perairan Keranggan–Tembelok. Aldi dan Aries disebut hanya menjalankan fungsi lapangan sebagai pengumpul dan penghubung ke titik penampungan.

Sejak penangkapan dua kolektor tersebut, keberadaan Bos Dayat tidak diketahui. Sejumlah upaya konfirmasi yang dilakukan awak media sejak sepekan terakhir tidak membuahkan hasil. Nomor kontak yang biasa digunakan tidak aktif, sementara lokasi-lokasi yang sebelumnya kerap dikaitkan dengan aktivitasnya tampak kosong.

“Kami mencoba menghubungi melalui berbagai jalur, tapi tidak ada respons. Orang-orang di sekitarnya juga tertutup,” ujar salah satu wartawan yang melakukan penelusuran, Sabtu (13/12/25).

Masyarakat pesisir Mentok turut membenarkan kondisi tersebut. Menurut warga, pergerakan jaringan timah ilegal yang sebelumnya cukup terbuka kini mendadak meredup.

“Biasanya ada saja aktivitas. Sekarang ini seperti menghilang begitu saja,” kata seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Perhatian warga juga tertuju pada sebuah bangunan yang dikenal sebagai Gudang Marry, berlokasi di Kampung Majelang Lama, Mentok. Gudang itu selama ini disebut-sebut sebagai salah satu titik penampungan pasir timah sebelum didistribusikan lebih lanjut.

“Sekarang gudangnya kosong. Tidak ada kegiatan apa pun. Biasanya ramai,” ungkap sumber masyarakat lainnya.

Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari aparat penegak hukum terkait status Gudang Marry maupun dugaan keterkaitannya dengan jaringan yang lebih besar. Aparat juga belum menyampaikan secara terbuka apakah penyelidikan akan dikembangkan hingga menyasar dugaan pengendali utama.

Ketiadaan informasi tersebut memunculkan pertanyaan di tengah masyarakat. Warga menilai, penindakan yang hanya menyasar pelaku lapangan berpotensi tidak menyelesaikan persoalan tambang ilegal secara menyeluruh.

“Kalau yang ditangkap hanya pekerja lapangan, jaringan besarnya tetap jalan. Begitu ada penangkapan, yang di atas langsung menghilang,” ujar seorang nelayan senior di Mentok.

Sampai berita ini diterbitkan, Polres Bangka Barat belum memberikan pernyataan resmi mengenai dugaan struktur jaringan tambang ilegal di Keranggan–Tembelok serta langkah lanjutan pasca penangkapan dua kolektor pasir timah tersebut.

Di tengah tekanan terhadap ruang hidup nelayan dan kerusakan perairan yang terus terjadi, masyarakat pesisir berharap penegakan hukum tidak berhenti pada level terbawah, melainkan menyentuh pihak-pihak yang diduga mengendalikan aktivitas tambang ilegal dari balik layar. (Tim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *