Caption Foto: Ilustrasi dibalik penangkapan AL dan AS di duga anak buah Dayat pemain lama pembeli timah di Bangka Barat.
Wartawan : Komarudin | Agus-Tim
Wartapublik.com, Bangka Barat — Penangkapan dua kolektor pasir timah ilegal, AL (28) dan AS (41), pada Jumat malam (5/12/2025) di Mentok memunculkan kembali pertanyaan besar masyarakat mengenai siapa aktor utama di balik aktivitas tambang ilegal di kawasan Keranggan–Tembelok.
Keduanya diamankan dengan barang bukti lima karung pasir timah yang diduga berasal dari ponton ilegal yang beroperasi di wilayah pesisir tersebut. Beberapa warga menilai, penangkapan itu hanya menyasar pemain kecil, sementara jaringan besar tetap bergerak bebas.
Sejumlah warga pesisir menyebut nama “Bos Dayat”, sosok yang kerap muncul dalam berbagai cerita terkait perdagangan timah ilegal. Warga menilai figur ini memiliki pengaruh kuat dalam mengendalikan aliran pasir timah dari sejumlah ponton.
“AL dan AS itu orang lapangan. Banyak yang bilang mereka bekerja untuk seseorang. Yang ramai itu karena katanya ada oknum yang membekingi,” ujar MA (40), warga Mentok yang menyaksikan proses penangkapan, Senin (8/12/25).
Laporan tim media, menemukan sejumlah pola yang diceritakan hampir seragam oleh warga:
Ponton masuk pada malam hari, pasir timah diturunkan pada jam tertentu, ada pihak berseragam yang terlihat mengawasi,kapal hilir-mudik tanpa rasa khawatir,alur setoran berjalan rapi.
Warga bahkan menyatakan bahwa aktivitas ilegal semakin terbuka setelah adanya operasi satuan tugas (satgas) pertambangan.
“Sebelum satgas masuk, mereka sembunyi-sembunyi. Setelah satgas datang, kerja siang bolong,” ujar seorang nelayan yang meminta identitasnya disamarkan.
Hal ini memunculkan dugaan adanya oknum yang memanfaatkan keberadaan satgas untuk mengatur alur tambang ilegal, bukan untuk menertibkan sepenuhnya.
Nama “Bos Dayat” kembali muncul dari berbagai testimoni warga. Sosok ini digambarkan tidak memiliki izin, tidak terdaftar sebagai pengusaha tambang, dan tidak pernah tampil di permukaan. Namun warga menyebut aliran pasir timah di sejumlah titik bergerak mengikuti orbitnya.
“Dia bukan penambang biasa. Dia orang yang punya orang,” kata seorang warga yang tinggal di wilayah pesisir.
Dalam empat bulan penelusuran, pola cerita warga tetap sama: ada operator besar yang tidak tersentuh, sementara para kolektor kecil justru menjadi pihak yang mudah dijerat hukum.
Kerusakan lingkungan di pesisir Mentok semakin terlihat. Air laut berubah warna, penuh sedimen, dan semakin mengkhawatirkan nelayan.
“Kami bukan marah sama penambang. Kami marah sama yang pura-pura menegakkan hukum, tapi malah melindungi yang salah,” ujar seorang nelayan tua.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum menjelaskan secara rinci struktur jaringan yang terlibat dengan dugaan ada oknum yang membekingi.
Penangkapan Al dan AS dinilai sebagian warga, sebagai upaya setengah hati. Mereka menyebutnya sebagai “pembersihan permukaan”, bukan penindakan terhadap aktor utama yang mengendalikan tambang ilegal di Keranggan–Tembelok.
Tim media ini, masih menunggu keberanian Polres Bangka Barat mengungkap aktor dibalik penangkapan Aldi dan Aries.
Terhadap Dayat masih dalam upaya konfirmasi awak media. ( Tim )












