Opini Oleh: Haryani,C.IJ,, C. PW
WARTAPUBLIK.COM, PILKADA ulang di Kabupaten Bangka bukan sekadar pengulangan teknis semata, melainkan menjadi babak baru dalam perjalanan demokrasi daerah. Ini adalah momentum evaluasi dan pembuktian bagi para calon pemimpin, sejauh mana mereka benar-benar siap mengemban mandat rakyat, bukan hanya mencalonkan diri.
Menariknya, pada Pilkada sebelumnya, kontestasi hanya diikuti oleh satu pasangan calon tunggal, yakni inkumben yang maju tanpa lawan nyata. Namun sejarah mencatat -rakyat Kabupaten Bangka memberikan kejutan besar. Sang inkumben justru tumbang oleh “kotak kosong”. Sebuah pesan kuat dari masyarakat bahwa kepercayaan tidak bisa dimonopoli oleh jabatan atau elektabilitas semata.
Kini, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU), publik kembali disuguhkan dinamika yang tak kalah menarik. Menurut kabar yang beredar, calon inkumben yang kalah oleh kotak kosong itu akan kembali maju dalam Pilkada ulang. Langkah ini tentu memantik beragam reaksi: ada yang mengapresiasi keberanian sang calon untuk bertarung lagi, namun tak sedikit pula yang mempertanyakan kesiapan dan relevansi dirinya di mata rakyat.
Namun, seperti halnya panggung demokrasi, siapa pun berhak tampil, selama mengikuti aturan. Persoalannya bukan hanya siapa yang maju, tetapi siapa yang paling siap.
Kesiapan itu mencakup banyak hal: membangun kembali kepercayaan publik yang sempat luntur, menata strategi kampanye yang lebih menyentuh akar persoalan rakyat, serta menunjukkan komitmen dan integritas yang tidak hanya terdengar di panggung, tetapi terasa hingga ke pelosok desa.
Salah satu kekuatan demokrasi adalah ketika rakyat diberi pilihan yang bermakna. Pilkada ulang ini menjadi ujian kedewasaan politik masyarakat Bangka. Mereka sudah pernah merasakan pilkada tanpa pilihan dan menjadikan kotak kosong sebagai bentuk perlawanan sunyi yang lantang. Maka kali ini, publik tentu akan jauh lebih cermat dalam menilai siapa yang benar-benar pantas diberi mandat.
Pilkada ulang bukan akhir, tetapi kesempatan kedua. Bagi calon inkumben, ini bisa menjadi ajang penebusan. Bagi calon baru, ini adalah momentum pembuktian. Dan bagi rakyat, ini adalah waktu untuk menentukan: siapa yang benar-benar siap memimpin, bukan sekadar siap mencalonkan diri. (*)