WARTAPUBLIK.COM,LUBUKBESAR – Seperti pribahasa mengatakan “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung tinggi dan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” pepatah ini cocok untuk masyarakat Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang saat ini memperjuangkan apa yang mereka perjuangkan.
Berbagi rintangan yang datang silih berganti di tubuh masyarakat Desa Batu Beriga, ini apapun yang terjadi mereka tetap memperjuangkan hak mereka dari permasalahan yang tak kunjung selesai terkait rencana aktivitas tambang di perairan laut Desa Batu Beriga yang saat ini hangat diperbincangkan.
Kendati begitu, 80 persen mayoritas masyarakat Desa Batu Beriga adalah nelayan salah satu mata pencarian untuk bertahan hidup.
“Dari sebelum surat izin itu keluar kita sudah melakukan penolakan akan kehadiran tambang ini,” kata Tancap selaku nelayan juga termasuk dalam tim 7 kepada Tim Media melalui sambungan WhatsApp, Kamis (14/12/2023) malam.
Maksud dari tim 7 ini hasil dari musyawarah sesama masyarakat untuk menolak keras akan kehadiran tambang di Desa Batu Beriga.
Sebelumnya tim ini berangkat ke Jakarta hanya bermodalkan tekad agar aspirasi mereka bisa diindahkan oleh petinggi yang berwewenang untuk pencabutan izin pertambangan yang saat ini membuat resah di tubuh masyarakat Desa Batu Beriga.
“Intinya, dari dulu keinginan masyarakat Desa Batu Beriga perizinan ini harus bisa dicabut, harapan kita zona tambang ini harus menjadi zona tangkap nelayan,” tambah Tancap.
Tancap juga menyebutkan, apabila dikemudian hari aktivitas tambang itu tersebut terjadi dilingkungan perairan laut Desa Batu Beriga ini, dipastikan tindakan kriminal pasti terjadi, untuk menghindari dari permasalahan tersebut salah satunya aksi penolakan keras ini lah mereka gunakan, sebab sebelumnya sudah terjadi di tahun silam lalu.
“Masyarakat akan anarkis, jadi apapun yang terjadi kita tetap menolak keras, istilahnya ada izin ataupun tanpa izin kita tetap menolak keras kehadiran tambang ini di desa kita,” tukas Tancap.
Sementara, Siti warga Desa Batu Beriga saat dihubungi Tim Media melalui sambungan telepon ikut andil juga dalam aksi penolakan keras terhadap kehadiran tambang tersebut dikarenakan suaminya bekerja sebagai nelayan.
“Saya mewakili masyarakat Desa Batu Beriga juga menolak keras kehadiran tambang ini , karena dari dulu mata pencarian orang di desa ini ya nelayan, sebelum adanya tambang, sampai sekarang suami saya kerjanya masih melaut sudah bertahun-tahun ini dari dia masih bujangan sampai saat ini menikah dengan saya dan Alhamdulillah sudah dapat anak 2 masih saja kerjanya melaut, dari hasil laut ini la anak saya menjadi sarjana dan satunya lagi masih dalam pendidikan dari hasil laut ini juga, nikmat mana lagi yang kau dustai,” cerita Siti.
Siti menyebutkan bahwa masyarakat berharap untuk para petinggi yang berwewenang ada rasa iba dan memperhatikan nasib masyarakat kecil yang ada di Desa Batu Beriga agar tidak melakukan aksi pertambangan di laut mereka.
“Harapan kami selaku masyarakat ini agar mereka para petinggi dapat melindungi laut kami tidak merusak di perairan laut Desa Batu Beriga ini, tolong bagi pejabat lindungilah laut kami ini, bagaimana perasaan mereka jika diposisi kami saat ini,” cetus Siti Penuh harap.
Tak hanya itu saja, agar tambang timah tidak terealisasi di perairan laut Desa Batu Beriga, masyarakat sampaikan melalui sepanduk peringatan.
“No, Masyarakat Desa Batu Beriga menolak keras aksi pertambangan di laut Desa Batu Beriga. Nenek moyang kami pelaut bukan penambang,” itu lah tulisan dalam sepanduk berukuran 1×2 cm itu tanda peringatan keras penolakan. (Tim/ Sumber Newsharian.com)